Belum berakhir era dimana kita dapat mengakses informasi dengan mudah menggunakan Google yang sebelumnya inklusif dan harus dipelajari dengan cara belajar di sekolah atau dari membaca buku persetiap halamannya. Kita sudah mencapai teknologi yang disebut Artificial Intelegent, atau disingkat AI yang lebih memudahkan untuk mencari informasi dan langsung on point daripada mencari di google. Tidak sampai disitu, AI bahkan bisa memberikan opini yang sangat baik dari percakapan yang kita sampaikan hampir dalam segala bidang.
Apakah kita harus khawatir tentang pekerjaan kita yang mungkin bisa tergantikan oleh AI? Khusus nya bagi para programmer yang akhir-akhir ini banyak AI bermunculan yang bisa menyelesaikan atau membuat algoritma dengan waktu yang lebih singkat, dan tidak kalah bagus dari hasil pemikiran manusia, apakah perkerjaan para programmer atau perkerjaan yang berhubungan dengan analisis data akan segera punah?
Tidak hanya dalam dunia pemrograman, AI juga mulai mengambil alih berbagai bidang pekerjaan lainnya. Dari penulisan konten, desain grafis, analisis data, hingga customer service, semuanya mulai mengalami sedikit pergerseran berkat teknologi AI.
Kita sudah tau bagaimana AI seperti ChatGPT bisa menulis artikel, DALL·E bisa membuat ilustrasi, dan Midjourney bisa menghasilkan desain dengan kualitas profesional. Bahkan, di sektor keuangan dan hukum, AI sudah mulai digunakan untuk menganalisis dokumen dan memberikan rekomendasi hukum atau investasi. Lalu…apakah ini berarti manusia akan kehilangan pekerjaannya?
Jawabannya tidak sepenuhnya dan tidak semudah iya/tidak saja. AI mungkin saja bisa mengerjakan banyak tugas teknis dengan cepat dan menakjubkan, tetapi ada hal-hal yang tidak bisa digantikan oleh AI, terutama yang membutuhkan pemikiran kritis yang penuh pertimbangan, kreativitas, dan empati manusia.Berikut adalah pekerjaan yang sulit akan tergantikan AI:
Pekerjaan Kreatif
Pekerjaan di dunia kreatif seperti penulis, desainer, seniman, musisi, dan filmmaker syarat akan inovasi, dan keunikan. Memang benar AI memang luar biasa dalam membuat tulisan, gambar, musik, bahkan video hanya dengan intruksi sederhana, apalagi dengan AI yang sudah canggih seperti ChatGPT, Midjourney, Meta AI dan berbagai generator musik berbasis AI, kita bisa dengan mudah mendapatkan hasil yang diinginkan dengan waktu tidak sampai satu menit. Tapi ada satu hal yang kurang, ..….benar, dimana letak Kreatif nya? Pekerja kreatif bukanlah mereka yang bisa membuat hal-hal tampa sebuah makna dan tujuan.
Pekerja kreatif lebih complex daripada hanya membuat sesuatu yang menarik dan unik, tetapi mereka-mereka yang mengerjakan sesuatu dengan pertimbangan makna dan pesan-pesan yang ingin disampaikan kepada orang yang ingin melihat/mendengar karnya nya.
Siapa yang tidak kenal lukisan diatas, lukisan yang dibuat oleh seorang Maestro leonardo da vinci. Gambar diatas bisa dibuat oleh AI seperti DEEP AI, tetapi ada banyak hal yang tidak bisa dicapai oleh AI, salah satunya adalah makna dan cerita dari sebuah lukisan yang dilukis dengan penuh penghayatan dan proses.
Kesimpulannya adalah, meskipun AI semakin canggih, pekerjaan kreatif tetap membutuhkan manusia sebagai pencipta utama. Kreativitas sejati tidak bisa diajarkan pada mesin, karena ia lahir dari hati dan jiwa manusia.
"Those who can imagine anything, can create the impossible.”
—Alan Turing
Pekerjaan yang Membutuhkan Perasaan
Coba bayangkan, kita sedang mengalami hari yang buruk, merasa tertekan dan ingin berbicara dengan seseorang. AI bisa memberikan saran psikologis berdasarkan data dan kondisi yang kita berikan, tetapi AI tidak bisa benar-benar merasakan emosi kita, tidak bisa memberikan sentuhan personal, dan tidak bisa memahami konteks perjalanan kehidupan kita secara emosional. Itulah mengapa pekerjaan yang membutuhkan sentuhan personal seperti psikolog tidak bisa digantikan oleh AI. Seorang seperti psikolog bukan hanya sekadar memberikan solusi, tetapi juga mendengarkan dengan cermat, memahami kondisi kita, dan memberikan dukungan emosional yang lebih mudah untuk kita terima dan membuat kita tidak merasa kesepian.
Tidak hanya sebatas psikolog, masih banyak pekerjaan lainnya yang membutuhkan sentuhan perasaan seperti Guru, Dokter, Customer Service.
- Guru – Seorang guru tidak hanya menyampaikan materi pelajaran, ada hal yang lebih penting, yaitu membangun hubungan emosional dengan muridnya. Seorang guru yang baik bisa melihat semangat, kebingungan, atau bahkan kesedihan di mata murid-murid mereka. AI mungkin bisa mengajar dengan data dan algoritma yang canggih, tetapi AI tidak bisa menggantikan motivasi, dorongan semangat, dan kepedulian yang diberikan seorang guru kepada muridnya. Karena kehangatan seorang guru adalah sebuah pupuk yang membentuk pohon dari karakter seseorang.
- Dokter dan Perawat – Kedepannya, teknologi AI dalam dunia medis akan sangat berkembang pesat, mungkin bahkan bisa membantu mendiagnosis penyakit dengan lebih akurat. Namun, ketika seorang pasien menghadapi penyakit serius, yang mereka butuhkan bukan hanya sekadar hasil diagnosa, tetapi juga dukungan moral. Seorang dokter yang baik bukan hanya menyembuhkan rasa sakit jasmani pasien, tetapi juga memberi harapan, rasa aman, dan keyakinan untuk sembuh.
- Customer Service – Pernahkah kita menelepon layanan pelanggan dan merasa kesal karena hanya dilayani oleh chatbot atau AI? Meskipun AI bisa menjawab pertanyaan dari permasalahan kita, tetapi saya yakin kita lebih memilih untuk dihubungkan kepada customer service manusia yang lebih mungkin bisa memahami perkara permasalahan kita dengan lebih baik. Oleh karenanya seorang customer service yang baik sudah serharusnya tidak hanya menjawab pertanyaan, tetapi juga memberikan solusi dengan pendekatan yang lebih ramah dan hangat.
Bagaimanapun pintarnya AI kedepannya, peran yang membutuhkan hubungan emosional seperti diatas tidak akan pernah tergantikan oleh AI canggih manapun.
“In order to cooperate, Sapiens no longer had to know each other personally; they just had to know the same story”
—Yuval Noah Harari
Pekerjaan Pengambil Keputusan
Bayangkan sebuah dunia di mana semua keputusan diambil oleh AI, mulai dari kebijakan perusahaan, ketentuan hukum, hingga strategi bisnis. AI bisa menganalisis data dalam hitungan detik, menghitung probabilitas terbaik, dan memberikan rekomendasi yang terlihat paling rasional. Dari penjelasan yang saya garis bawahi, jelas disitu hanyalah sebuah pertimbangan bukan keputusan, karena sebuah keputusan harus memiliki pertimbangan lebih komplek seperti memahami kompleksitas manusia, nilai-nilai moral dan budaya, dan dampak emosional jangka panjang dari setiap keputusan.
Itulah sebabnya pekerjaan yang melibatkan pengambilan keputusan harus tetap membutuhkan peran manusia. Seorang pemimpin, hakim, atau manajer tidak hanya mempertimbangkan data dan logika, tetapi juga memperhitungkan sisi kemanusiaan dan budayanya. Keputusan yang mereka buat bukan hanya berdasarkan angka, tetapi juga pada intuisi, pengalaman, dan pemahaman terhadap situasi yang tidak bisa diukur hanya dengan algoritma.
Mari kita lihat beberapa profesi dibawah yang berperan sebagai pengambil keputusan yang bersifat krusial:
- Pemimpin dan Manajer – Seorang CEO atau manajer tidak bisa mengambil keputusan hanya berdasarkan data, tetapi juga harus mempertimbangkan visi perusahaan dalam jangka panjang, dan kesejahteraan karyawan perusahaan. Keputusan untuk memotong biaya misalnya, keputusan seperti itu tidak bisa diambil dari angka laporan keuangan saja, tetapi juga perlu pertimbangan dampaknya terhadap kehidupan karyawan dan pengaruhnya untuk perusahaan. AI mungkin bisa menyarankan langkah yang paling efisien, tetapi hanya manusia yang bisa membuat keputusan dengan pertimbangan keseimbangan antara keuntungan bisnis dan tanggung jawab sosial.
- Hakim dan Pengacara – AI bisa menganalisis jutaan dokumen hukum dan menemukan pola dari riwayat putusan sebelumnya, tetapi keadilan bukan sekadar soal preseden hukum. Seorang hakim harus memahami konteks, niat, dan dampak sosial dari keputusan yang diambil. Tidak ada algoritma yang bisa menggantikan kebijaksanaan seorang hakim dalam menilai kasus-kasus yang kompleks dan penuh dengan kebijakan moral.
- Politikus dan Pembuat Kebijakan – Pemerintah atau parlemen bisa membuat kebijakan yang mempengaruhi kehidupan jutaan orang. Kita bisa menggunakan AI untuk memprediksi dampak ekonomi dari sebuah kebijakan, tetapi hanya manusia yang bisa mempertimbangkan aspek moral dan etika dalam keputusan yang diambil. Bagaimana memastikan kebijakan yang adil bagi semua lapisan masyarakat? Bagaimana menyeimbangkan kepentingan berbagai pihak? Ini adalah pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh AI.
Kesimpulannya, keputusan yang melibatkan banyak orang harus tetap dipegang oleh manusia. AI bisa menjadi alat bantu yang hebat, tetapi kebijaksanaan, empati, dan pertimbangan etis tetap menjadi milik manusia. Bagaimanapun canggihnya teknologi, dunia ini tetap membutuhkan pemimpin yang memiliki hati dan visi, bukan sekadar kalkulasi algoritma.
"Having a lot of information doesn’t in and of itself guarantee either truth or order”
—Yuval Noah Harari
Kesimpulan
Jika kita menyimak pembahasan diatas dengan seksama, maka kita mendapatkan satu pola kesamaan dari semuanya. Yap….Benar, hal yang tidak bisa digantikan oleh AI adalah hal yang bersifat kerjasama antar manusia tidak hanya dua orang, tetapi melibatkan banyak orang.
Manusia adalah makhluk yang unik, satu manusia tidak akan pernah menang melawan satu serigala, tetapi dua manusia yang bekerjasama, bisa mengalahkan satu bahkan dua kelompok serigala di alam bebas.
“AI can process information by itself, and thereby replace humans in decision making. AI isn’t a tool—it’s an agent.”
—Yuval Noah Harari